BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Penyusunan Kebijakan Umum APBD (KUA APBD)
Seiring dengan besarnya harapan membaiknya berbagai
dimensi pembangunan, berbagai masalah dan tantangan baru akan dihadapi
pemerintah daerah. Tantangan pokok pembangunan adalah menciptakan pertumbuhan
ekonomi yang berkualitas, serta mampu menciptakan lapangan pekerjaan dan
mengurangi kemiskinan secara optimal. Tantangan lainnya yang dinilai penting
adalah membangun tata kelola yang baik untuk dapat meningkatkan efektifitas dan
efisiensi pengelolaan keuangan dan
pembangunan daerah. Selain itu, untuk menjaga konsistensi otonomi daerah dan
desentralisasi fiskal perlu menjaga keserasian dengan pemerintah pusat dalam rangka
mengelola pembangunan daerah dan menyediakan pelayanan umum yang terbaik bagi
masyarakat.
Menyikapi
hal ini, maka perlu seluruh pelaku ekonomi, terutama pemerintah, dunia usaha,
perbankan atau lembaga pendidikan terlebih dulu harus mempunyai komitmen
bersama agar arti "pembangunan", jangan
lagi dimaknai dengan pembanguaan
yang berbasis
pada "capital fundamentalism", tetapi
harus dimaknai dengan "pembangunan yang
manusiawi" atau "human development", yang berbasis
pada nilai-nilai keadilan
dan kesejahteraan bersama.
Simpul strategi
kontemporer yang implementatif untuk maksud tersebut
adalah dengan penerapan strategi pembangunan yang berbasis
pada pemberdayaan sumber daya ekonomi lokal, baik dalam pengertian
nasional ataupun daerah, yang dikenal dengan
konsep "resource based
strategy". Dihipotesakan bahwa strategi ini akan dapat
merealisasikan tujuan pembangunan yang manusiawi karena berbasis pada
prinsip-prinsip keadilan dan/untuk pertumbuhan. Sebab dengannya berarti
masyarakat ekonomi akan berapartisipasi secara mandiri dalam
kebersamaan dalam kegiatan
berekonomi sesuai potensi dan budaya ekonominya.
Dalam pelaksanaan strategi "resource based" ini,
maka penting untuk melakukan beberapa penyesuaian terhadap
beberapa pola penyusunan dan penerapan kebijakasanaan pembangunan selama ini, baik
secara makro maupun mikro dalam kerangka kebijaksanaan ekonomi. Di
antara yang utama adalah memacu penciptaan gairah dan iklim investasi yang
kondusif, pengembangan sektor industri, kebijaksanaan pertanian, serta kebijakan
fiscal.
Pembangunan
ekonomi diharapkan tidak hanya dikonsentrasikan pada satu subyek atau titik pertumbuhan, yang justru dapat
mempertajam kesenjangan kesejahteraan spasial, namun lebih dititik beratkan
pada bagaimana menciptakan daya tarik
wilayah serta ketertarikan pembangunan ekonomi antar wilayah. Pembangunan
perkotaan yang difokuskan kepada sarana prasarana pelayanan public perkotaan,
harus memperhatikan pembangunan potensi sosial budaya dan kearifan lokal. Dalam
hal keterkaitan antar wilayah,
maka pembangunan perkotaan harus memperhatikan pembangunan berbasis potensi dan
peluang pengembangan wilayah
termasuk daerah di sekitarnya.
Sedangkan tuntutan perbaikan kesejahteraan telah memasuki tahapan baru.
Lapangan kerja yang tercipta harus mampu memberikan nilai tambah yang tinggi
baik secara ekonomis maupun harkat hidup manusia (decent jobs). Rakyat berhak mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang
layak. Hal ini hanya dapat diciptakan bila ekonomi tumbuh secara cukup tinggi,
sehat, dan dibangun diatas prinsip tata kelola yang baik, efisien, efektif dan
adil
Kenaikan
harga komoditas energi dapat mempunyai dampak negatif terhadap pencapaian
sasaran pertumbuhan ekonomi karena selalu berakibat pada kenaikan biaya
produksi dan transportasi yang berujung pada melemahnya daya beli masyarakat
dan kerentanan sistem perekonomian.
Demikian pula bencana kebakaran Pasar Sarimalaha sebagai penggerak perekonomian
yang sampai saat ini belum pulih seperti semula sehingga menghambat upaya akselerasi peningkatan
pertumbuhan ekonomi karena mempengaruhi asumsi pendapatan dan belanja
pembangunan. Meskipun disadari
kemungkinan terjadinya faktor
eksogen tersebut tidak dapat diperkirakan dengan pasti, beberapa perubahan
dapat dimitigasi dan diubah ke arah yang
menguntungkan dengan kebijakan yang tepat.
Untuk
itu dalam
menjalankan peranannya secara efektif dan efisien berkaitan dengan pemenuhan
berbagai aspek kehidupan masyarakat, sebagaimana fase pembangunan yang telah
direncanakan, maka pemerintah Kota Tidore Kepulauan menentukan suatu kebijakan
yang didahului dengan Kebijakan Umum
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (KUA) yang pada dasarnya adalah rencana
tahunan makro merupakan bagian dari
rencana jangka panjang dan rencana jangka menengah dengan memperhatikan dan mengacu pada agenda
Pembangunan Nasional , kebijakan Pemerintah Pusat serta Rencana Kerja
Pemerintah Daerah.
Dokumen
tersebut sebagai dasar penentuan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS)
tahunan yang
kemudian dijabarkan dalam APBD Tahun 2012
yang masih merupakan bagian integral dari penjabaran Rencana Kerja Pembangunan
Daerah Kota Tidore Kepulauan. Arah kebijakan tersebut tentunya perlu dipertajam
kedalam bentuk rencana yang operasional
dan strategis dengan melibatkan partisipasi
aktif dari seluruh pemangku kepentingan
sehingga menjadi beban dan tanggung jawab bersama antara pemerintah,
dunia usaha, akademisi dan masyarakat dalam mencapai akselerasi Pembangunan di
Kota Tidore kepulauan.
1.2
Tujuan Penyusunan KUA APBD
Merupakan sesuatu yang alamiah
bahwa setiap kegiatan dengan berbagai pertimbangan yang dilakukan sebelumnya
tentu memiliki tujuan, karenanya penyusunan KUA APBD Tahun 2012 adalah :
a).
Sebagai
Pedoman Dalam Penyusunan Plafon APBD Tahun 2012
b).
Menentukan
Skala prioritas pembangunan daerah
c).
Menentukan
prioritas program untuk masing-masing urusan
d).
Mengendalikan
kesinambungan Program dan Kegiatan
e). Sebagai
dasar pengambilan kebijakan pembangunan tahun perencanaan selanjutnya.
1.3 Dasar
Penyusunan KUA APBD
1.
Undang-Undang
Nomor 01 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Halmahera Utara, Halmahera
Selatan, Halmahera Tengah, Kepulauan Sula dan Kota Tidore Kepulauan.
2.
Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
3.
Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistim Perencanaan Pembangunan Nasional.
4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah.
5. Undang – Undang Nomor 33
Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah.
6.
Peraturan
Pemerintah Nomor 21 Tahun 2004 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran
Kementerian/Lembaga.
7.
Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 59 tahun 2007 Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
8. Peraturan Pemerintah Nomor 41
tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah.
9.
Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 22
Tahun 2011 tentang
Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2012.
10.
Peraturan Daerah No. 6 Tahun 2011 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kota Tidore Kepulauan Tahun 2005-2025.
11.
Peraturan Daerah No. 9 Tahun 2011 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Tiore Kepulauan 2010 – 2015.
12.
Peraturan Walikota Tidore Kepulauan Nomor 16 Tahun 2011
tentang Rencana Kerja Pemerintah Daerah Tahun 2012.
BAB
II
KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH
Peraturan
dan perundangan diharapkan mampu menyediakan instrumen yang efektif untuk
melibatkan partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan dan penganggaran,
hal ini perlu dilakukan untuk mewujudkan rancangan anggaran pemerintah daerah
yang berkualitas melalui transparansi dan akuntabilitas anggaran, kecermatan
analisis dampak kebijakan anggaran, membuka keterlibatan organisasi masyarakat
termasuk swasta dalam peningkatan
pemahaman proses perencanaan dan partisipasi pembangunan.
Dukungan
upaya tersebut ditempuh dengan dilakukannya sejumlah perbaikan dalam
pengelolaan keuangan daerah, terutama dalam aspek anggaran, aspek akuntansi,
dan aspek pengawasan. Perubahan-perubahan ini mengarahkan pengelolaan keuangan
daerah berdasarkan konsep pengelolaan keuangan daerah secara ekonomis, efektif,
efisien, transparan, dan akuntabel yang diimplementasikan dalam sistem
anggaran berbasis kinerja. Konsep itu mengisyaratkan pemerintah daerah dalam
menjalankan fungsi pelayanan publiknya, tidak terlepas dari: (1) secara
ekonomis dapat meminimalisir input resources yang digunakan; (2) efisiensi
mencapai hasil yang optimal dengan biaya yang minimal (output/input); dan (3)
efektivitas mencapai target yang ditetapkan (outcome/output)
Pertumbuhan
ekonomi daerah tidak terlepas dari kondisi pertumbuhan ekonomi Nasional. Perubahan kondisi ekonomi yang terjadi dalam skala Nasional sangat
berpengaruh terhadap perkembangan ekonomi di daerah. Dengan memperhatikan
posisi Kota Tidore Kepuluan sebagai Ibukota Propinsi, maka di dalam penyusunan
Kebijakan Umum APBD Tahun 2012, disamping mengacu dan menjabarkan arahan
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2012, yang disinkronkan dengan
arahan RPJMD, juga harus memperhatikan isu-isu aktual perkotaan, yakni keterkaitan
dengan upaya mendorong pertumbuhan perekonomian kota, yang berbasis pada
perolehan efek ganda (multiplier) yang luas bagi perekonomian rakyat, upaya
penanggulangan pengangguran dan kemiskinan serta harmonisasi dan keserasian
pembangunan fisik dengan daya dukung dengan keseimbangan lingkungan.
Permasalahan penganggaran
daerah yang dirasakan saat ini sangat berat berkenaan dengan fungsi pelaksanaan pendapatan dan belanja, terkait dengan dinamika bidang
penganggaran dan kemampuan pemerintah daerah dalam mengoptimalkan penerimaan
dan meminimalisir kesenjangan kemampuan fiskal daerah.
Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut maka dalam merencanakan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah tahun 2012 harus berorientasi pada
Efisiensi
dan Efektifitas Anggaran.
Mewujudkan
kinerja pemerintahan yang baik seyogyanya pengeluaran anggaran belanja tidak
langsung perlu ditekan semaksimal mungkin sehingga alokasi anggaran belanja publik
dapat memperoleh alokasi yang lebih besar. Sedangkan untuk
mengendalikan tingkat efisiensi dan efektivitas Anggaran, maka dalam
perencanaan perlu ditetapkan secara jelas arah dan tujuan, sasaran, hasil dan
manfaat yang diperoleh masyarakat dari suatu kegiatan yang diprogramkan.
Untuk mempercepat
ketercapaian kemandirian dan aksesbilitas daerah yang semakin tangguh dalam
proses peningkatan kesejahteraan masyarakat, dan dalam kondisi kesenjangan
antara permintaan masyarakat akan fasilitas pelayanan publik yang terus
meningkat akibat adanya perkembangan jumlah penduduk, sedangkan di sisi lain kemampuan daerah dalam penyediaannya sangat terbatas
sehingga diperlukan kebijakan strategis daerah yang diformulasikan dan
diimplementasikan secara efektif dan efisien.
Agar perekonomian daerah
tidak sekedar tumbuh, tetapi dapat menyikapi masa depan sesuai dengan perubahan yang
terjadi pada aspek lingkungan, maka strategi Pemerintah Daerah
Kota Tidore
Kepulauan dalam mengatasi permasalahan penganggaran adalah sebagai berikut :
1. Peningkatan
Penerimaan Daerah, khususnya Pendapatan Asli Daerah.
2. Membentuk kultur
organisasi agar efektif dan efisiensi menjadi tradisi yang mampu bertahan lama.
3. Strategi
pembangunan berdasar kultur perbaikan berkelanjutan dan berfokus pada pelayanan
masyarakat.
4. Mengusahakan
keseimbangan peran pemerintah daerah, masyarakat termasuk swasta melalui
pemberdayaan dalam penyediaan infrastruktur.
Strategi ini, diharapkan
dapat meningkatkan kemampuan daerah dalam penyediaan fasilitas pelayanan umum dan
infrastruktur lainnya. Sehingga mampu menciptakan iklim investasi yang
kondusif bagi pemodal baik lokal, nasional,
maupun internasional yang ingin berinvestasi dan mengembangkan usahanya di Kota
Tidore
Kepulauan yang berpeluang terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat dan menciptakan daya saing.
Dalam
keterbukaan ekonomi, keadaan ekonomi nasional dan global akan mempengaruhi
perekonomian daerah baik secara langsung maupun tidak langsung. kerena itu
pemerintah daerah perlu mengikuti perkembangan perekonomian di berbagai skala
terutama bagi daerah yang merupakan sentra produk ekspor atau sedang merintis
ke arah ini, selain mengidentifikasi kendala yang terjadi di daerah itu
sendiri. Secara umum ada beberapa kendala yang secara merata dialami seluruh daerah, yaitu kendala
infrastruktur dan regulasi yang dapat
menyebabkan biaya ekonomi tinggi (high
cost economy).
Dengan mengetahui tujuan dan sasaran pembangunan serta kekuatan dan kelemahan
yang dimiliki, maka strategi pengembangan potensi yang ada akan lebih terarah.
Strategi tersebut akan menjadi
pedoman pemerintah dan masyarakat yang akan melaksanakan kegiatan usaha di Kota Tidore Kepulauan melalui upaya penciptaan
pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan memerlukan
komitmen stabilitas ekonomi makro. Stabilitas tersebut diwujudkan melalui
sinergitas antara kebijakan fiskal, moneter, penguatan lembaga keuangan, dan
sektor riil. Sedangkan sejauh mana tingkat pembangunan ekonomi suatu daerah
dapat dilihat pada kondisi makro ekonomi yang digambarkan
melalui komponen
Produk
Domestik Regional Bruto, Pertumbuhan Ekonomi,
Pendapatan per kapita dan inflasi.
2.1. Perkembangan Indikator
Ekonomi Makro Daerah Tahun Sebelumnya
2.1.1. Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB)
PDRB merupakan seluruh Nilai Tambah
Bruto (NTB) barang dan jasa yang ditimbulkan oleh faktor-faktor produksi yang
dihasilkan di suatu wilayah tertentu
dalam waktu tertentu tanpa memperhatikan kepemilikan faktor-faktor produksinya.
Hal ini memberi gambaran pencapaian aktifitas ekonomi tahun 2010 berupa nilai PDRB Kota Tidore
Kepulauan atas dasar harga berlaku (adhb) sebesar 422.193,64 (Juta Rupiah) dan
atas dasar harga konstan (adhk) sebesar 267.094,52 (Juta Rupiah) dengan proporsi kontribusi
tiap sektor sebagai berikut:
Tabel 1. Distribusi Proporsi Sektor Penyumbang PDRB
Sektor
Ekonomi
|
Peranan
(%)
|
||
2009
|
2010*
|
||
Pertanian,peternakan,kehutanan
dan perikanan
|
51,84
|
52,76
|
|
Pertambangan dan Penggalian
|
1,00
|
1,31
|
|
Industri Pengolahan
|
5,34
|
5,10
|
|
Listrik dan Air Bersih
|
0,26
|
0,32
|
|
Bangunan/Konstruksi
|
2,81
|
3,76
|
|
Perdagangan, Hotel, dan Restoran
|
25,91
|
23,31
|
|
Pengangkutan dan Komunikasi
|
4,61
|
4,84
|
|
Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan
|
1,56
|
1,52
|
|
Jasa-jasa
|
6,67
|
7,10
|
|
Jumlah
|
100
|
100
|
Sumber : Badan Pusat Statistik
(BPS) Kota Tidore Kepulauan
Proporsi tersebut tidak menunjukkan
adanya pergeseran struktur ekonomi, karena proporsi ini juga berlaku pada
proporsi sebelumnya, dengan pertanian menduduki penyumbang terbesar yang cenderung meningkat terhadap PDRB
sebelumnya yaitu
sebesar 51,84 % di
tahun 2009. Ini
menunjukkan bahwa mulai terjadi proses ke arah keseimbangan sektoral dimana
peran sektor pertanian mulai naik dan peran sektor-sektor lain
mulai menguat. Sedangkan proporsi terendah dalam kontribusinya adalah listrik
dan air bersih, dengan demikian dapat dinyatakan bahwa 90 persen
perekonomian kota Tidore dipengaruhi 4 (empat) sektor yaitu
Pertanian, (perdagangan, hotel dan restoran), Industri Pengolahan dan
(pengangkutan dan Komunikasi). Mengingat proporsi pertanian masih merupakan
andalan dalam aktifitas ekonomi, maka pemerintah daerah khususnya terkait
dengan sektor pertanian, peternakan, dan perikanan perlu mewaspadai perubahan
iklim yang mulai tidak menentu, yang akan mempengaruhi siklus musiman, sebab
hal tersebut juga akan berpengaruh pada masa tanam dan panen serta kemungkinan penurunan produk
perikanan akibat cuaca yang tidak dapat diperkirakan.
2.1.2.
Keuangan Daerah
Keuangan Daerah merupakan komponen
yang esensial dalam proses penyelenggaraan pemerintahan. Pernyataan ini cukup beralasan
karena dengan kemampuan pembiayaan yang memadai, otoritas penyelenggaraan
pemerintahan dan pembangunan relatif lebih baik.
Pernyataan diatas apabila
dipadukan dengan
penerimaan Pemerintah Daerah
Kota Tidore Kepulauan,
maka dapat dijelaskan bahwa pada tahun 2010 sebesar
Rp.
408.371.422.544,
sedangkan pada tahun 2011
mengalami peningkatan sebesar Rp. 457.901.120.916.
Dalam periode Tahun 2009-2010 prosentase Pendapatan
Asli Daerah Kota Tidore Kepulauan terhadap total penerimaan daerah menunjukkan
perkembangan yang positif dengan nilai Pendapatan Asli Daerah yang dapat
dilihat pada tahun 2010 dari Rp. 8.436.000.000,- yang ditargetkan, sedangkan realisasinya sebesar Rp.
5.655.315.963,-, sedangkan untuk
tahun 2011 nilai
PAD sebesar Rp. 8.530.000.000,- dan pencapaiannya hingga bulan September 2011 Rp. 4.977.297.851,- atau 59 persen.
2.1.3. Perbankan
Dalam era desentralisasi pemerintah
diberi keleluasaan dalam menentukan kerja sama dengan bank manapun yang
memberikan keuntungan terbesar bagi pemerintah daerah dalam administrasi
keuangannya. kondisi
perekonomian dunia berangsur
membaik, walaupun trauma krisis masih terasa diberbagai aspek kehidupan, akan tetapi ketahanan sektor perbankan Indonesia
masih cukup kuat, karenanya sektor tersebut diharapkan dapat memainkan peran lebih
besar sebagai pelaku ekonomi hingga di tingkat
daerah.
Perbankan di
dearah dituntut untuk dapat bersaing dalam memberikan pelayanan dan
produk-produk perbankan yang menarik bagi masyarakat, selain dituntut untuk
mengembangkan kerja sama dengan cara membina hubungan yang baik dengan pelaku
kunci, yaitu masyarakat, DPRD, pemerintah dan pengusaha daerah.
Sampai dengan tahun 2011 di Kota Tidore Kepulauan
terdapat 3 (tiga) Bank Umum Pemerintah yaitu Bank Rakyat Indoensia (BRI), Bank
Negara Indonesia (BNI) dan Bank Pembangunan Daerah (BPD).
Pada sisi
penghimpunan dana, yang berhasil dihimpun hingga mei 2011 pada Bank BPD sebesar
86.405.000.000 rupiah dengan proporsi penyimpanan dalam bentuk tabungan
12.394.000.000 rupiah; Giro 72.945.000.000 rupiah; Deposito 1.066.000.000
rupiah. Pada Bank BRI dana yang berhasil dihimpun hingga mei 2011 senilai
187.858.000.000 yang terdiri dari Tabungan 62.002.000.000 rupiah; Giro
104.620.000.000 rupiah; Deposito 21.236.000.000 dan pada bank BNI hingga mei
2011 dana yang berhasil dihimpun sebesar 68.210.000.000 rupiah dengan proporsi
penyimpanan Tabungan 38.709.000.000 rupiah; Giro 16.279.000.000 rupiah;
Deposito 13.222.000.000 rupiah.
Sejalan dengan peningkatan
simpanan masyarakat maka kegiatan penyaluran dana dalam bentuk kredit perbankan
juga mengalami peningkatan. Kedudukan terakhir kredit yang disalurkan oleh Bank
BRI tahun 2011 sampai dengan bulan mei sebesar 300.924.000.000,-: kredit yang
disalurkan oleh Bank BNI sampai dengan bulan mei 2011 senilai 2.418.000.000,-
dan pada bank BPD kredit yang disalurkan hingga mei 2011 sebesar
4.049.000.000,-.
2.1.4.
Produksi
Sektor
pertanian menjadi sektor unggulan dalam mendukung perekonomian dan secara rill menjadi leading sektor dalam aktifitas kota ini. Keandalan sektor ini, terlihat pada saat
terjadinya krisis ekonomi global saat ini masih tetap layak dikukuhkan sebagai
sektor unggulan untuk menopang perekonomian karena sektor ini tidak banyak
terpengaruh dampak krisis moneter bahkan sektor ini masih mampu mendukung recovery perekonomian Nasional dan
Daerah. Untuk perekonomian Kota Tidore Kepulauan pada tahun 2010 peranan sektor pertanian
cukup besar mencapai 52,76 persen dengan kontribusi dari sub
sector Perkebunan diikuti Tanaman Bahan Makanan (Tabama), Perikanan, Kehutanan
dan Peternakan.
Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Tidore
Kepulauan
Grafik diatas
jika diperhatikan dengan dominasi sektor
pertanian tahun 2010 sebesar 52,76 persen maka dominasi sektor
pertanian terjadi kenaikan apabila dibandingkan yang terjadi pada tahun 2009. Ini
menunjukan telah mulai terjadi proses ke arah keseimbangan sektoral dimana
peran sektor pertanian mulai menurun dan peran sektor-sektor ekonomi lain mulai
menguat. Namun demikian titik berat pembangunan ekonomi masih pada sektor
pertanian karena sesuai dengan kondisi daerah dan sebagian besar penduduk masih
bergantung pada sektor ini.
Untuk mempercepat proses transformasi
struktur perekonomian dalam pembangunan ekonomi maka harus dititik beratkan
pada pengembangan sektor pertanian dengan memperhatikan keterkaitan ke belakang (backward linkage) dan keterkaitan ke depan (fordward linkage) yang panjang dalam mendukung sektor jasa dan perdagangan.
Memahami
masalah tersebut, sektor pertanian harus diarahkan dengan pola
kebijakan dan program yang efektif sehingga mampu menyediakan bahan mentah dan
bahan baku penolong
bagi pembangunan sektor industri pengolahan yang pada proses selanjutnya ikut
mendorong perkembangan kegiatan di sektor jasa dan perdagangan,
sementara pada sisi lain tersedia barang modal hasil industri untuk mendorong
kegiatan di sektor pertanian. Dengan kata lain pembangunan sektor pertanian
mampu menopang pengembangan kegiatan agroindustri, agribisnis dan agrowisata.
Untuk itu sektor pertanian sebagai
pemberi kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan ekonomi Kota Tidore Kepulauan masih relevan
untuk dipertahankan
melalui penguatan pasar domestik dan pemantapan ketahanan pangan, pengembangan
komoditas perkebunan dan tanaman hortikultura. Namun demikian berbagai
pihak tentunya dapat memahami, bahwa sebagai daerah perkotaan tidak terlepas
dari tuntutan untuk berangsur-angsur memacu kontribusi dari sektor jasa dan
perdagangan serta menstimuli investasi di bidang industri pengolahan sebagai added value produk pertanian dan
perkebunan yang dihasilkan.
Permasalahan
yang lebih mendasar lainnya adalah pengamanan pasokan pangan yang sangat
diperlukan. Pemerintah bersikap proaktif sebagai regulator untuk mengatur dan mengintervensi pasar untuk menstabilkan harga. Antisipasi
terhadap penurunan produk pertanian akibat perubahan iklim diperlukan untuk
menekan kenaikan harga pangan yang
sangat tajam. Langkah ini diambil mengingat proporsi pengeluaran untuk pangan
terhadap total pengeluaran masyarakat termasuk penduduk miskin adalah proporsi
terbesar dalam struktur belanja, peningkatan harga pangan akan secara langsung
berpengaruh secara negatif terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat.
2.1.5. Industri
Jumlah industri yang tercatat dan
terdaftar di Kota Tidore Kepulauan khususnya industri kecil pada tahun 2010 sebanyak 846 Industri Kecil Menengah (IKM)
dengan menyerap 2.773
tenaga kerja. Dari segi nilai investasi maka dapat dilihat bahwa jenis kayu
kimia dan bahan bangunan merupakan jenis industri yang menyerap investasi terbesar
yaitu Rp. 86.866.514.000
dan industri kerajinan
barang dan seni menyerap investasi terkecil sebesar Rp.
1.161.473.500.
Secara agregat dalam kurun waktu
tahun 2009 – 2010 kontribusi sektor ini
terhadap PDRB mengalami penurunan yaitu 5,34* persen tahun 2009 dan 5,10* persen pada tahun
2010. Salah satu
penyebab saat itu adalah
krisis listrik yang telah terjadi semenjak tahun 2008 hingga tahun 2010. Kondisi ini memaksa pengusaha
untuk mengurangi produksi atau menambah pengeluaran untuk biaya BBM sehingga
biaya produksi semakin mahal. Namun dengan pasokan listrik yang normal kembali diharapkan sektor ini
dapat lebih bergairah sehingga berperan
lebig besar dalam membangun PDRB. Untuk menjadikan sektor industri
sebagai kontributor yang memadai dalam mendukung perekonomian daerah maka dapat
dilakukan penguatan dengan pengembangan klaster industri prioritas dan
pengembangan kompetensi inti industri. Disamping itu, perlu dilakukan
reorientasi kebijakan atas sektor industri, perdagangan, jasa-jasa dan angkutan
dalam rangka mempercepat terciptanya keseimbangan struktur ekonomi. Khusus pada
sektor industri maka hendaknya dapat dilakukan penyediaan dan percepatan
pembangunan infrastruktur pendukung ekonomi berupa sarana dan prasarana
industri kecil dan menengah, penyediaan informasi pasar, penataan dan pembinaan
pedagang kecil dan menengah, pemberian kemudahan ijin usaha bagi industri
kecil, pedagang
kecil dan menengah, pemberian perlindungan terhadap produk-produk asli daerah
serta kebijakan pengelolaan dan pengembangan, perlindungan industri secara
lebih profesional, serta pengembangan jenis-jenis industri yang mempunyai
keterkaitan ke belakang (backward linkage)
dan keterkaitan ke depan (fordward
linkage) dengan sektor pertanian.
2.1.6. Pengangguran
Jumlah Penduduk Kota
Tidore Kepulauan Tahun 2010 mencapai 90.055 jiwa yang terdiri
dari 45.441 jiwa
laki-laki dan 44.614 jiwa
perempuan. Pada lima tahun terakhir, penduduk Kota ini mengalami pertambahan
sebesar 1,8 persen.
Hasil
sakernas 2009 memperlihatkan bahwa dari 50,04 persen penduduk usia kerja (15
tahun keatas) merupakan angkatan kerja. TPT di Kota Tidore Kepulauan pada tahun
2009 adalah 2,02 persen yang berarti dari 100 angkatan kerja rata-rata terdapat
2 orang yang sedang mencari pekerjaan.
Angka TPAK di
Kota Tidore Kepulauan sebesar 93,57 persen. Artinya dari 100 penduduk usia
kerja ada 93 jiwa yang sudah masuk dalam pasar kerja. Meskipun pembangunan bidang
ketenagakerjaan di Kota
Tidore Kepulauan secara agregat mampu meningkatkan kesempatan kerja yang tinggi
dan mengurangi tekanan pengangguran dalam masyarakat tetapi struktur kesempatan
kerja belum mengalami perubahan yang berarti karena sektor pertanian masih
menjadi lapangan kerja utama yang mendominasi penyerapan angkatan kerja
bekerja.
Guna mencapai
tujuan yang dicita-citakan atau tidak adanya perbaikan kualitas penyerapan
tenaga kerja diperlukan suatu upaya meningkatkan mutu para pekerja Kota Tidore
Kepulauan dengan cara meningkatkan bekal pendidikan baik umum maupun kejuruan
yang menjadi suatu keahlian di sektor tertentu dan jenis pekerjaan tertentu.
Sehingga tingginya TPAK dapat dibarengi dengan peningkatan kesejahteraan karena
bidang pekerjaan sesuai dengan latar belakang pendidikan dan spesialisasi
sehingga menjadi pekerja yang professional. Terdapat beberapa program yang bisa
dikembangkan untuk mengurangi pengangguran seperti 1.)menciptakan
pertumbuhan ekonomi dengan mendorong laju investasi sebagai penggerak
pertumbuhan ekonomi dan menciptakan multiplier
effect yang
didukung dengan biaya murah, jaminan
keamanan dan
kepastian hukum, serta memenuhi kebutuhan infrastruktur, 2.) Meningkatkan fleksibilitas dan
investasi tenaga kerja melalui peningkatan Sumber Daya Manusia dan
mendorong perusahaan agar mengalokasikan dana untuk pengembangan kualitas
karyawannya, 3.)meningkatkan pekerjaan secara
langsung dengan penciptaan lapangan
kerja yang efektif untuk menyerap tenaga kerja dan output yang dihasilkan. Disamping itu perlu
perbaikan iklim ketenagakerjaan melalui pengembangan kebijakan pasar tenaga
kerja yang fleksibel di semua sektor, serta peningkatan kualitas dan
kemandirian tenaga kerja yang mampu bersaing
di pasar tenaga kerja melalui pendidikan dan pelatihan serta panataan hubungan
industrial yang mencerminkan azas
keadilan dan pemerataan bagi penduduk dalam memperoleh kesempatan kerja.
2.1.7. Indeks Harga Konsumen (IHK)
dan Inflasi
Angka inflasi merupakan salah satu
indikator penting yang dapat memberikan informasi tentang dinamika perkembangan
harga barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat. Perkembangan harga barang dan
jasa ini berdampak langsung terhadap tingkat daya beli dan biaya hidup
masyarakat. Inflasi juga merupakan salah satu indikator ekonomi makro yang
menggambarkan tingkat stabilitas ekonomi di suatu wilayah.
Fluktuasi tingkat inflasi menggambarkan
besarnya ketidakpastian nilai uang, tingkat produksi, distribusi dan arah
perkembangan ekonomi, yang
berdampak pada ekspektasi yang tidak sesuai sehingga dapat membahayakan perekonomian
secara keseluruhan.
Laju Inflasi Kota Tidore Kepulauan
untuk tahun kalender Januari sampai dengan Juni 2011 sebesar 3,76 % dan laju inflasi year
on year sebesar 10,08 %, sedangkan inflasi di bulan Juni 2011 sebesar 0,63 %
lebih rendah dibandingkan dengan inflasi pada bulan yang sama pada tahun 2010
yaitu sebesar 0,78 %.
Sementara Indeks Harga Konsumen (IHK)
mengalami kenaikan dari 134,22 pada bulan April, 134,79 pada bulan Mei menjadi
135,64 dan terjadi kenaikan Inflasi bulan Juni disebabkan kenaikan IHK pada
kelompok bahan makanan, rokok dan tembakau sebesar 149,95 dari 149,01: kelompok
perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar 131,70 dari 131,24: kelompok
pendidikan, rekreasi dan olahraga 115,72 dari 115,66: kesehatan 126,07 dari
125,87: sandang 125,48 dari 125,29, sedangkan kelompok yang tidak mengalami
perubahan adalah transportasi, komunikasi dan jasa keuangan yaitu 101,03 dari
101,03 pada bulan Mei.
Bererapa komoditi yang mengalami kenaikan
harga pada bulan Juni 2011 yaitu: bawang merah, malalugis, kangkung, emas
perhiasan, minyak goreng, sepeda motor, tude dan telur ayam ras, sedangkan
beberapa komoditi yang mengalami penurunan harga di bulan Juni 2011 antara
lain: cakalang, lolosi, daging ayam ras, tongkol, kembung, semen dan margarine.
Pada bulan Juni 2011 kelompok
komoditi yang memberikan andil/sumbangn
inflasi antara lain: Kelompok bahan makanan 0,415%; Kelompok makanan jadi,
minuman, rokok dan tembakau sebesar 0,119 %; Kelompok perumahan, air, listrik,
gas dan bahan bakar sebesar 0,080%; kelompok sandang 0,008%; kelompok
pendidikan, rekreasi dan olahraga 0,003% dan kelompok kesehatan sebesar 0,031%.
Sedangkan kelompok yang memberikan andil deflasi adalah kelompok transpor,
komunikasi dan jasa kesehatan sebesar -0,001 %.
Pengendalian
kaitannnya dengan upaya meredam gejolak harga serta dengan mempertimbnagkan
berbagai tantangan eksternal maupun internal, pemerintah daerah akan
melaksanakan kebijakan antara lain ;
a) Meningkatkan
koordinasi antar instansi terkait untuk menjamin kecukupan pasokan dan
kelancaran distribusi barang, terutama bahan makanan pokok.
b) Meningkatkan
koordinasi untuk memantau, mengevaluasi dan mengendalikan perkembangan/ Gejolak
harga
c) Melaksanakan
pemetaan pusat-pusat produksi/penyediaan beseerta jalur distribusi bahan yang
harganya mudah bergejolak
2.2. Rencana Target Ekonomi Makro
Pada Tahun Perencanaan
Dengan mempertimbangkan seluruh potensi dan
permasalahan sebagaimana dikemukakan di atas, maka perkiraan pertumbuhan
ekonomi tahun 2011
diperlihatkan dengan berbagai asumsi sebagai berikut :
a). Hasil perhitungan PDRB atas dasar harga konstan menunjukan bahwa
perekonomian Kota Tidore kepulauan tahun 2010* mengalami pertumbuhan
sebesar 5,55% (Rp. 267,094.52 juta), jika dibandingkan dengan tahun 2009*
sebesar Rp. 253,056.20 juta dan tahun 2008 sebesar Rp. 238,918.31 juta. Hasil
perhitungan menunjukan bahwa PDRB atas dasar harga konstan 2010 menunjukan
kenaikan sehingga daya beli masyarakat bisa membaik.
Artinya terjadi kenaikan nilai tambah bruto dibandingkan dengan
2 (dua) tahun sebelumnya. Perkiraan
peningkatan pertumbuhan ekonomi Kota Tidore Kepulauan tahun 2012 mencapai 6
persen. Namun dapat berubah seiring dengan terjadinya pergeseran pilihan mata pencaharian dari sektor pertanian
ke sektor jasa dan perdagangan yang
dianggap lebih pasti dan menjanjikan, fenomena tersebut tergambar pada perpindahan aktifitas Pemerintah Provinsi di Sofifi maka terbentuk
sentra perekonomian baru yang dapat memicu penguatan peningkatan pertumbuhan
ekonomi di Kota Tidore Kepulauan. Kontribusi pertumbuhan sektor terbesar tahun 2012 diperkirakan akan bergeser ke sektor jasa/perdagangan,
hotel dan restoran, namun leading sector masih didominasi oleh
sektor pertanian.
b). Untuk mencapai sasaran pertumbuhan
tersebut investasi sektor pemerintah ditargetkan menyamai dari
tahun 2011. Sementara untuk investasi dari sektor swasta pada tahun 2005 sampai 2010 tidak
mengindikasikan adanya peran yang signifikan, artinya bahwa investasi
pembangunan di Kota Tidore Kepulauan oleh pihak swasta masih sangat rendah.
Sementara tahun 2010 upaya-upaya
serta kebijakan yang dilakukan pemerintah
Kota Tidore Kepulauan untuk mendorong investasi sektor swasta semakin
meningkat. Jika dibandingkan rasio investasi antara sektor pemerintah dengan
swasta pada periode tersebut, maka diperkirakan sektor pemerintah masih
mendominasi 80 persen berbanding 20 persen.
c). Investasi masih dibiayai terutama dari tabungan dalam negeri baik
pemerintah maupun masyarakat. Seiring meningkatnya penerimaan daerah serta
relatif terkendalinya pengeluaran rutin, tabungan pemerintah dan masyarakat
diperkirakan meningkat.
d). Dari sisi
produksi, pertumbuhan ekonomi terutama didorong sektor industri pengolahan
non-migas dimana sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan serta sektor perdagangan, hotel
dan restoran memberikan kontribusi terbesar terhadap pembentukan PDRB di atas
10 persen yang diperkirakan tumbuh rata-rata di atas 10 persen per tahun.
Sementara itu sektor pertanian dalam arti luas diperkirakan tumbuh rata-rata 3,27 persen per tahun.
e). Dengan
pertumbuhan ekonomi yang membaik sebagaimana target tersebut diatas,
pengangguran terbuka dan jumlah penduduk
miskin, diharapkan terjadi penurunan di tahun yang akan datang.