Kamis, 29 Maret 2012


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penyusunan Kebijakan Umum APBD (KUA APBD)
Seiring dengan besarnya harapan membaiknya berbagai dimensi pembangunan, berbagai masalah dan tantangan baru akan dihadapi pemerintah daerah. Tantangan pokok pembangunan adalah menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, serta mampu menciptakan lapangan pekerjaan dan mengurangi kemiskinan secara optimal. Tantangan lainnya yang dinilai penting adalah membangun tata kelola yang baik untuk dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi pengelolaan keuangan dan pembangunan daerah. Selain itu, untuk menjaga konsistensi otonomi daerah dan desentralisasi fiskal perlu menjaga keserasian dengan pemerintah pusat dalam rangka mengelola pembangunan daerah dan menyediakan pelayanan umum yang terbaik bagi masyarakat.
Menyikapi hal ini, maka perlu seluruh pelaku ekonomi, terutama pemerintah, dunia usaha, perbankan atau lembaga pendidikan terlebih dulu harus mempunyai komitmen bersama agar arti "pembangunan", jangan lagi dimaknai dengan  pembanguaan  yang berbasis pada "capital fundamentalism", tetapi harus dimaknai dengan "pembangunan yang manusiawi" atau "human development", yang berbasis pada nilai-nilai keadilan dan kesejahteraan bersama.
 Simpul strategi kontemporer yang implementatif untuk maksud tersebut adalah dengan penerapan strategi pembangunan yang berbasis pada pemberdayaan sumber daya ekonomi lokal, baik dalam pengertian nasional ataupun daerah, yang dikenal dengan konsep "resource based strategy". Dihipotesakan bahwa strategi ini akan dapat merealisasikan tujuan pembangunan yang manusiawi karena berbasis pada prinsip-prinsip keadilan dan/untuk pertumbuhan. Sebab dengannya berarti masyarakat ekonomi akan berapartisipasi secara mandiri dalam kebersamaan dalam kegiatan berekonomi sesuai potensi dan budaya ekonominya.
Dalam pelaksanaan strategi "resource based" ini, maka penting untuk melakukan beberapa penyesuaian terhadap beberapa pola penyusunan dan penerapan kebijakasanaan pembangunan selama ini, baik secara makro maupun mikro dalam kerangka kebijaksanaan ekonomi. Di antara yang utama adalah memacu penciptaan gairah dan iklim investasi yang kondusif, pengembangan sektor industri, kebijaksanaan pertanian, serta kebijakan fiscal.
Pembangunan ekonomi diharapkan tidak hanya dikonsentrasikan pada satu subyek atau titik pertumbuhan, yang justru dapat mempertajam kesenjangan kesejahteraan spasial, namun lebih dititik beratkan pada   bagaimana menciptakan daya tarik wilayah serta ketertarikan pembangunan ekonomi antar wilayah. Pembangunan perkotaan yang difokuskan kepada sarana prasarana pelayanan public perkotaan, harus memperhatikan pembangunan potensi sosial budaya dan kearifan lokal. Dalam hal keterkaitan antar wilayah, maka pembangunan perkotaan harus memperhatikan pembangunan berbasis potensi dan peluang pengembangan wilayah termasuk daerah di sekitarnya.
    Sedangkan tuntutan perbaikan kesejahteraan telah memasuki tahapan baru. Lapangan kerja yang tercipta harus mampu memberikan nilai tambah yang tinggi baik secara ekonomis maupun harkat hidup manusia (decent jobs). Rakyat berhak mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak. Hal ini hanya dapat diciptakan bila ekonomi tumbuh secara cukup tinggi, sehat, dan dibangun diatas prinsip tata kelola yang baik, efisien, efektif dan adil
Kenaikan harga komoditas energi dapat mempunyai dampak negatif terhadap pencapaian sasaran pertumbuhan ekonomi karena selalu berakibat pada kenaikan biaya produksi dan transportasi yang berujung pada melemahnya daya beli masyarakat dan kerentanan  sistem perekonomian. Demikian pula bencana kebakaran Pasar Sarimalaha sebagai penggerak perekonomian yang sampai saat ini belum pulih seperti semula sehingga menghambat upaya akselerasi peningkatan pertumbuhan ekonomi karena mempengaruhi asumsi pendapatan dan belanja pembangunan. Meskipun disadari  kemungkinan terjadinya faktor eksogen tersebut tidak dapat diperkirakan dengan pasti, beberapa perubahan dapat  dimitigasi dan diubah ke arah yang menguntungkan dengan kebijakan yang tepat.
Untuk itu dalam menjalankan peranannya secara efektif dan efisien berkaitan dengan pemenuhan berbagai aspek kehidupan masyarakat, sebagaimana fase pembangunan yang telah direncanakan, maka pemerintah Kota Tidore Kepulauan menentukan suatu kebijakan yang didahului  dengan Kebijakan Umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (KUA) yang pada dasarnya adalah rencana tahunan makro  merupakan bagian dari rencana jangka panjang dan rencana jangka menengah  dengan memperhatikan dan mengacu pada agenda Pembangunan Nasional , kebijakan Pemerintah Pusat serta Rencana Kerja Pemerintah Daerah.
Dokumen tersebut sebagai dasar penentuan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) tahunan yang kemudian dijabarkan dalam APBD Tahun 2012 yang masih merupakan bagian integral dari penjabaran Rencana Kerja Pembangunan Daerah Kota Tidore Kepulauan. Arah kebijakan tersebut tentunya perlu dipertajam kedalam bentuk rencana  yang operasional dan strategis  dengan melibatkan partisipasi aktif dari seluruh pemangku kepentingan  sehingga menjadi beban dan tanggung jawab bersama antara pemerintah, dunia usaha, akademisi dan masyarakat dalam mencapai akselerasi Pembangunan di Kota Tidore kepulauan.
1.2 Tujuan Penyusunan KUA APBD
Merupakan sesuatu yang alamiah bahwa setiap kegiatan dengan berbagai pertimbangan yang dilakukan sebelumnya tentu memiliki tujuan, karenanya penyusunan KUA APBD Tahun 2012 adalah :
a). Sebagai Pedoman Dalam Penyusunan Plafon APBD Tahun 2012
b). Menentukan Skala prioritas pembangunan daerah
c). Menentukan prioritas program untuk masing-masing urusan
d). Mengendalikan kesinambungan Program dan Kegiatan
e).  Sebagai dasar pengambilan kebijakan pembangunan tahun perencanaan selanjutnya.
1.3      Dasar Penyusunan KUA APBD
1.    Undang-Undang Nomor 01 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Halmahera Utara, Halmahera Selatan, Halmahera Tengah, Kepulauan Sula dan Kota Tidore Kepulauan.
2.    Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
3.    Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistim Perencanaan Pembangunan Nasional.
4.    Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
5.    Undang – Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
6.    Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2004 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga.
7.    Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 tahun 2007 Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
8.    Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah.
9.    Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 22 Tahun 2011 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2012.
10. Peraturan Daerah No. 6 Tahun 2011 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kota Tidore Kepulauan Tahun 2005-2025.
11. Peraturan Daerah No. 9 Tahun 2011 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Tiore Kepulauan 2010 – 2015.
12. Peraturan Walikota Tidore Kepulauan Nomor 16 Tahun 2011 tentang Rencana Kerja Pemerintah Daerah Tahun 2012.


BAB II
KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH
Peraturan dan perundangan diharapkan mampu menyediakan instrumen yang efektif untuk melibatkan partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan dan penganggaran, hal ini perlu dilakukan untuk mewujudkan rancangan anggaran pemerintah daerah yang berkualitas melalui transparansi dan akuntabilitas anggaran, kecermatan analisis dampak kebijakan anggaran, membuka keterlibatan organisasi masyarakat termasuk  swasta dalam peningkatan pemahaman proses perencanaan dan partisipasi pembangunan.
Dukungan upaya tersebut ditempuh dengan dilakukannya sejumlah perbaikan dalam pengelolaan keuangan daerah, terutama dalam aspek anggaran, aspek akuntansi, dan aspek pengawasan. Perubahan-perubahan ini mengarahkan pengelolaan keuangan daerah berdasarkan konsep pengelolaan keuangan daerah secara ekonomis, efektif, efisien, transparan, dan akuntabel yang diimplementasikan dalam sistem anggaran berbasis kinerja. Konsep itu mengisyaratkan pemerintah daerah dalam menjalankan fungsi pelayanan publiknya, tidak terlepas dari: (1) secara ekonomis dapat meminimalisir input resources yang digunakan; (2) efisiensi mencapai hasil yang optimal dengan biaya yang minimal (output/input); dan (3) efektivitas mencapai target yang ditetapkan (outcome/output)
Pertumbuhan ekonomi daerah tidak terlepas dari kondisi pertumbuhan ekonomi Nasional. Perubahan kondisi ekonomi yang terjadi dalam skala Nasional sangat berpengaruh terhadap perkembangan ekonomi di daerah. Dengan memperhatikan posisi Kota Tidore Kepuluan sebagai Ibukota Propinsi, maka di dalam penyusunan Kebijakan Umum APBD Tahun 2012, disamping mengacu dan menjabarkan arahan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2012, yang disinkronkan dengan arahan RPJMD, juga harus memperhatikan isu-isu aktual perkotaan, yakni keterkaitan dengan upaya mendorong pertumbuhan perekonomian kota, yang berbasis pada perolehan efek ganda (multiplier) yang luas bagi perekonomian rakyat, upaya penanggulangan pengangguran dan kemiskinan serta harmonisasi dan keserasian pembangunan fisik dengan daya dukung dengan keseimbangan lingkungan.
Permasalahan penganggaran daerah yang dirasakan saat ini sangat berat berkenaan dengan fungsi pelaksanaan pendapatan dan belanja, terkait dengan dinamika bidang penganggaran dan kemampuan pemerintah daerah dalam mengoptimalkan penerimaan dan meminimalisir kesenjangan kemampuan fiskal daerah. Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut maka dalam merencanakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah tahun 2012 harus berorientasi pada Efisiensi dan Efektifitas Anggaran.
Mewujudkan kinerja pemerintahan yang baik seyogyanya pengeluaran anggaran belanja tidak langsung perlu ditekan semaksimal mungkin sehingga alokasi anggaran belanja publik  dapat memperoleh alokasi yang lebih besar. Sedangkan untuk mengendalikan tingkat efisiensi dan efektivitas Anggaran, maka dalam perencanaan perlu ditetapkan secara jelas arah dan tujuan, sasaran, hasil dan manfaat yang diperoleh masyarakat dari suatu kegiatan yang diprogramkan.
Untuk mempercepat ketercapaian kemandirian dan aksesbilitas daerah yang semakin tangguh dalam proses peningkatan kesejahteraan masyarakat, dan dalam kondisi kesenjangan antara permintaan masyarakat akan fasilitas pelayanan publik yang terus meningkat akibat adanya perkembangan jumlah penduduk, sedangkan di sisi lain kemampuan daerah dalam penyediaannya sangat terbatas sehingga diperlukan kebijakan strategis daerah yang diformulasikan dan diimplementasikan secara efektif dan efisien.
Agar perekonomian daerah tidak sekedar tumbuh, tetapi dapat menyikapi  masa depan sesuai dengan perubahan yang terjadi pada aspek lingkungan, maka strategi Pemerintah Daerah Kota Tidore Kepulauan dalam mengatasi permasalahan penganggaran adalah sebagai berikut :
1.  Peningkatan Penerimaan Daerah, khususnya Pendapatan Asli Daerah.
2.  Membentuk kultur organisasi agar efektif dan efisiensi menjadi tradisi yang     mampu bertahan lama.
3.  Strategi pembangunan berdasar kultur perbaikan berkelanjutan dan berfokus pada pelayanan masyarakat.
4.  Mengusahakan keseimbangan peran pemerintah daerah, masyarakat termasuk swasta melalui pemberdayaan dalam penyediaan infrastruktur.
Strategi ini, diharapkan dapat meningkatkan kemampuan daerah dalam penyediaan fasilitas pelayanan umum dan infrastruktur lainnya. Sehingga mampu menciptakan iklim investasi yang kondusif bagi pemodal  baik lokal, nasional, maupun internasional yang ingin berinvestasi dan mengembangkan usahanya di Kota Tidore Kepulauan yang berpeluang  terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat dan menciptakan daya saing.
Dalam keterbukaan ekonomi, keadaan ekonomi nasional dan global akan mempengaruhi perekonomian daerah baik secara langsung maupun tidak langsung. kerena itu pemerintah daerah perlu mengikuti perkembangan perekonomian di berbagai skala terutama bagi daerah yang merupakan sentra produk ekspor atau sedang merintis ke arah ini, selain mengidentifikasi kendala yang terjadi di daerah itu sendiri. Secara umum ada beberapa kendala yang secara merata  dialami seluruh daerah, yaitu kendala infrastruktur dan regulasi  yang dapat menyebabkan biaya ekonomi tinggi (high cost economy). Dengan mengetahui tujuan dan sasaran pembangunan serta kekuatan dan kelemahan yang dimiliki, maka strategi pengembangan potensi yang ada akan lebih terarah.
Strategi tersebut akan menjadi pedoman pemerintah dan masyarakat yang akan melaksanakan kegiatan usaha di Kota Tidore Kepulauan melalui upaya penciptaan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan memerlukan komitmen stabilitas ekonomi makro. Stabilitas tersebut diwujudkan melalui sinergitas antara kebijakan fiskal, moneter, penguatan lembaga keuangan, dan sektor riil. Sedangkan sejauh mana tingkat pembangunan ekonomi suatu daerah dapat dilihat pada kondisi makro ekonomi yang digambarkan melalui komponen Produk Domestik Regional Bruto, Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan per kapita dan inflasi.

  2.1. Perkembangan Indikator Ekonomi Makro Daerah Tahun Sebelumnya
2.1.1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
PDRB merupakan seluruh Nilai Tambah Bruto (NTB) barang dan jasa yang ditimbulkan oleh faktor-faktor produksi yang dihasilkan di suatu wilayah tertentu dalam waktu tertentu tanpa memperhatikan kepemilikan faktor-faktor produksinya. Hal ini memberi gambaran pencapaian aktifitas ekonomi tahun 2010 berupa nilai PDRB Kota Tidore Kepulauan atas dasar harga berlaku (adhb) sebesar 422.193,64 (Juta Rupiah) dan atas dasar harga konstan (adhk) sebesar 267.094,52 (Juta Rupiah) dengan proporsi kontribusi tiap sektor sebagai berikut:  
                  
Tabel 1. Distribusi Proporsi Sektor  Penyumbang PDRB

Sektor Ekonomi
Peranan (%)

2009
2010*
Pertanian,peternakan,kehutanan dan perikanan

51,84
52,76
Pertambangan dan Penggalian

1,00
1,31
Industri Pengolahan

5,34
5,10
Listrik dan Air Bersih

0,26
0,32
Bangunan/Konstruksi

2,81
3,76
Perdagangan, Hotel, dan Restoran

25,91
23,31
Pengangkutan dan Komunikasi

4,61
4,84
Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan

1,56
1,52
Jasa-jasa

6,67
7,10
Jumlah

100
100
Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Tidore Kepulauan

Proporsi tersebut tidak menunjukkan adanya pergeseran struktur ekonomi, karena proporsi ini juga berlaku pada proporsi sebelumnya, dengan pertanian menduduki penyumbang terbesar yang cenderung meningkat terhadap PDRB sebelumnya yaitu sebesar 51,84 % di tahun 2009. Ini menunjukkan bahwa mulai terjadi proses ke arah keseimbangan sektoral dimana peran sektor pertanian  mulai naik dan peran sektor-sektor lain mulai menguat. Sedangkan proporsi terendah dalam kontribusinya adalah listrik dan air bersih, dengan demikian dapat dinyatakan bahwa  90 persen perekonomian kota Tidore dipengaruhi 4 (empat) sektor yaitu Pertanian, (perdagangan, hotel dan restoran), Industri Pengolahan dan (pengangkutan dan Komunikasi). Mengingat proporsi pertanian masih merupakan andalan dalam aktifitas ekonomi, maka pemerintah daerah khususnya terkait dengan sektor pertanian, peternakan, dan perikanan perlu mewaspadai perubahan iklim yang mulai tidak menentu, yang akan mempengaruhi siklus musiman, sebab hal tersebut juga akan berpengaruh pada masa tanam  dan panen serta kemungkinan penurunan produk perikanan akibat cuaca yang tidak dapat diperkirakan.

2.1.2. Keuangan Daerah
Keuangan Daerah merupakan komponen yang esensial dalam proses penyelenggaraan pemerintahan. Pernyataan ini cukup beralasan karena dengan kemampuan pembiayaan yang memadai, otoritas penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan relatif lebih baik.
Pernyataan diatas apabila dipadukan dengan penerimaan Pemerintah Daerah Kota Tidore Kepulauan, maka dapat dijelaskan bahwa pada tahun 2010 sebesar Rp. 408.371.422.544, sedangkan pada tahun 2011 mengalami peningkatan sebesar Rp. 457.901.120.916.
Dalam periode Tahun 2009-2010 prosentase Pendapatan Asli Daerah Kota Tidore Kepulauan terhadap total penerimaan daerah menunjukkan perkembangan yang positif dengan nilai Pendapatan Asli Daerah yang dapat dilihat pada tahun 2010 dari Rp. 8.436.000.000,- yang ditargetkan, sedangkan realisasinya sebesar Rp. 5.655.315.963,-, sedangkan untuk tahun 2011 nilai PAD sebesar Rp. 8.530.000.000,- dan pencapaiannya hingga bulan September 2011 Rp. 4.977.297.851,- atau 59 persen.
2.1.3. Perbankan
Dalam era desentralisasi pemerintah diberi keleluasaan dalam menentukan kerja sama dengan bank manapun yang memberikan keuntungan terbesar bagi pemerintah daerah dalam administrasi keuangannya. kondisi perekonomian  dunia berangsur membaik, walaupun trauma krisis masih terasa diberbagai aspek kehidupan, akan tetapi ketahanan sektor perbankan Indonesia masih cukup kuat, karenanya sektor tersebut diharapkan dapat memainkan peran lebih besar sebagai pelaku ekonomi hingga di tingkat  daerah.
Perbankan di dearah dituntut untuk dapat bersaing dalam memberikan pelayanan dan produk-produk perbankan yang menarik bagi masyarakat, selain dituntut untuk mengembangkan kerja sama dengan cara membina hubungan yang baik dengan pelaku kunci, yaitu masyarakat, DPRD, pemerintah dan pengusaha daerah.
Sampai dengan tahun 2011 di Kota Tidore Kepulauan terdapat 3 (tiga) Bank Umum Pemerintah yaitu Bank Rakyat Indoensia (BRI), Bank Negara Indonesia (BNI) dan Bank Pembangunan Daerah (BPD).
Pada sisi penghimpunan dana, yang berhasil dihimpun hingga mei 2011 pada Bank BPD sebesar 86.405.000.000 rupiah dengan proporsi penyimpanan dalam bentuk tabungan 12.394.000.000 rupiah; Giro 72.945.000.000 rupiah; Deposito 1.066.000.000 rupiah. Pada Bank BRI dana yang berhasil dihimpun hingga mei 2011 senilai 187.858.000.000 yang terdiri dari Tabungan 62.002.000.000 rupiah; Giro 104.620.000.000 rupiah; Deposito 21.236.000.000 dan pada bank BNI hingga mei 2011 dana yang berhasil dihimpun sebesar 68.210.000.000 rupiah dengan proporsi penyimpanan Tabungan 38.709.000.000 rupiah; Giro 16.279.000.000 rupiah; Deposito 13.222.000.000 rupiah.
Sejalan dengan peningkatan simpanan masyarakat maka kegiatan penyaluran dana dalam bentuk kredit perbankan juga mengalami peningkatan. Kedudukan terakhir kredit yang disalurkan oleh Bank BRI tahun 2011 sampai dengan bulan mei sebesar 300.924.000.000,-: kredit yang disalurkan oleh Bank BNI sampai dengan bulan mei 2011 senilai 2.418.000.000,- dan pada bank BPD kredit yang disalurkan hingga mei 2011 sebesar 4.049.000.000,-.

2.1.4. Produksi
Sektor pertanian menjadi sektor unggulan dalam mendukung  perekonomian dan secara rill menjadi leading sektor dalam aktifitas kota ini. Keandalan sektor ini, terlihat pada saat terjadinya krisis ekonomi global saat ini masih tetap layak dikukuhkan sebagai sektor unggulan untuk menopang perekonomian karena sektor ini tidak banyak terpengaruh dampak krisis moneter bahkan sektor ini masih mampu mendukung recovery perekonomian Nasional dan Daerah. Untuk perekonomian Kota Tidore Kepulauan pada tahun 2010 peranan sektor pertanian cukup besar mencapai  52,76 persen dengan kontribusi dari sub sector Perkebunan diikuti Tanaman Bahan Makanan (Tabama), Perikanan, Kehutanan dan Peternakan.
Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Tidore Kepulauan

Grafik diatas jika diperhatikan dengan dominasi sektor pertanian tahun 2010 sebesar 52,76 persen maka dominasi sektor pertanian terjadi kenaikan apabila dibandingkan yang terjadi pada tahun 2009. Ini menunjukan telah mulai terjadi proses ke arah keseimbangan sektoral dimana peran sektor pertanian mulai menurun dan peran sektor-sektor ekonomi lain mulai menguat. Namun demikian titik berat pembangunan ekonomi masih pada sektor pertanian karena sesuai dengan kondisi daerah dan sebagian besar penduduk masih bergantung pada sektor ini.
Untuk mempercepat proses transformasi struktur perekonomian dalam pembangunan ekonomi maka harus dititik beratkan pada pengembangan sektor pertanian dengan memperhatikan keterkaitan ke belakang (backward linkage)  dan keterkaitan ke depan (fordward linkage) yang panjang dalam mendukung sektor jasa dan perdagangan.
Memahami masalah tersebut,  sektor pertanian harus diarahkan dengan pola kebijakan dan program yang efektif sehingga mampu menyediakan bahan mentah dan bahan baku penolong bagi pembangunan sektor industri pengolahan yang pada proses selanjutnya ikut mendorong perkembangan kegiatan di sektor jasa dan perdagangan, sementara pada sisi lain tersedia barang modal hasil industri untuk mendorong kegiatan di sektor pertanian. Dengan kata lain pembangunan sektor pertanian mampu menopang pengembangan kegiatan agroindustri, agribisnis dan agrowisata.
Untuk itu sektor pertanian sebagai pemberi kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan ekonomi Kota Tidore Kepulauan masih relevan untuk dipertahankan melalui penguatan pasar domestik dan pemantapan ketahanan pangan, pengembangan komoditas perkebunan dan tanaman hortikultura. Namun demikian   berbagai pihak tentunya dapat memahami, bahwa sebagai daerah perkotaan tidak terlepas dari tuntutan untuk berangsur-angsur memacu kontribusi dari sektor jasa dan perdagangan serta menstimuli investasi di bidang industri pengolahan sebagai added value produk pertanian dan perkebunan yang dihasilkan.
Permasalahan yang lebih mendasar lainnya adalah pengamanan pasokan pangan yang sangat diperlukan. Pemerintah bersikap proaktif sebagai regulator untuk mengatur dan mengintervensi  pasar untuk menstabilkan harga. Antisipasi terhadap penurunan produk pertanian akibat perubahan iklim diperlukan untuk menekan  kenaikan harga pangan yang sangat tajam. Langkah ini diambil mengingat proporsi pengeluaran untuk pangan terhadap total pengeluaran masyarakat termasuk penduduk miskin adalah proporsi terbesar dalam struktur belanja, peningkatan harga pangan akan secara langsung berpengaruh secara negatif terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat.


 2.1.5. Industri
Jumlah industri yang tercatat dan terdaftar di Kota Tidore Kepulauan khususnya industri kecil pada tahun 2010 sebanyak 846 Industri Kecil Menengah (IKM) dengan menyerap 2.773 tenaga kerja. Dari segi nilai investasi maka dapat dilihat bahwa jenis kayu kimia dan bahan bangunan merupakan jenis industri yang menyerap investasi terbesar yaitu Rp. 86.866.514.000 dan industri kerajinan barang dan seni menyerap investasi terkecil sebesar Rp. 1.161.473.500.
Secara agregat dalam kurun waktu tahun 2009 – 2010 kontribusi sektor ini terhadap PDRB mengalami penurunan yaitu 5,34* persen tahun 2009 dan 5,10* persen pada tahun 2010. Salah satu penyebab saat itu adalah krisis listrik yang telah terjadi semenjak tahun 2008 hingga tahun 2010. Kondisi ini memaksa pengusaha untuk mengurangi produksi atau menambah pengeluaran untuk biaya BBM sehingga biaya produksi semakin mahal. Namun dengan pasokan listrik yang normal kembali diharapkan sektor ini dapat   lebih bergairah sehingga berperan lebig besar dalam membangun PDRB.   Untuk menjadikan sektor industri sebagai kontributor yang memadai dalam mendukung perekonomian daerah maka dapat dilakukan penguatan dengan pengembangan klaster industri prioritas dan pengembangan kompetensi inti industri. Disamping itu, perlu dilakukan reorientasi kebijakan atas sektor industri, perdagangan, jasa-jasa dan angkutan dalam rangka mempercepat terciptanya keseimbangan struktur ekonomi. Khusus pada sektor industri maka hendaknya dapat dilakukan penyediaan dan percepatan pembangunan infrastruktur pendukung ekonomi berupa sarana dan prasarana industri kecil dan menengah, penyediaan informasi pasar, penataan dan pembinaan pedagang kecil dan menengah, pemberian kemudahan ijin usaha bagi industri kecil, pedagang kecil dan menengah, pemberian perlindungan terhadap produk-produk asli daerah serta kebijakan pengelolaan dan pengembangan, perlindungan industri secara lebih profesional, serta pengembangan jenis-jenis industri yang mempunyai keterkaitan ke belakang (backward linkage) dan keterkaitan ke depan (fordward linkage) dengan sektor pertanian.
2.1.6. Pengangguran
 Jumlah Penduduk Kota Tidore Kepulauan Tahun 2010 mencapai 90.055 jiwa yang terdiri dari 45.441 jiwa laki-laki dan 44.614 jiwa perempuan. Pada lima tahun terakhir, penduduk Kota ini mengalami pertambahan sebesar 1,8 persen.
Hasil sakernas 2009 memperlihatkan bahwa dari 50,04 persen penduduk usia kerja (15 tahun keatas) merupakan angkatan kerja. TPT di Kota Tidore Kepulauan pada tahun 2009 adalah 2,02 persen yang berarti dari 100 angkatan kerja rata-rata terdapat 2 orang yang sedang mencari pekerjaan.
Angka TPAK di Kota Tidore Kepulauan sebesar 93,57 persen. Artinya dari 100 penduduk usia kerja ada 93 jiwa yang sudah masuk dalam pasar kerja. Meskipun pembangunan bidang ketenagakerjaan di Kota Tidore Kepulauan secara agregat mampu meningkatkan kesempatan kerja yang tinggi dan mengurangi tekanan pengangguran dalam masyarakat tetapi struktur kesempatan kerja belum mengalami perubahan yang berarti karena sektor pertanian masih menjadi lapangan kerja utama yang mendominasi penyerapan angkatan kerja bekerja.
Guna mencapai tujuan yang dicita-citakan atau tidak adanya perbaikan kualitas penyerapan tenaga kerja diperlukan suatu upaya meningkatkan mutu para pekerja Kota Tidore Kepulauan dengan cara meningkatkan bekal pendidikan baik umum maupun kejuruan yang menjadi suatu keahlian di sektor tertentu dan jenis pekerjaan tertentu. Sehingga tingginya TPAK dapat dibarengi dengan peningkatan kesejahteraan karena bidang pekerjaan sesuai dengan latar belakang pendidikan dan spesialisasi sehingga menjadi pekerja yang professional. Terdapat beberapa program yang bisa dikembangkan untuk mengurangi pengangguran seperti   1.)menciptakan pertumbuhan ekonomi dengan mendorong laju investasi sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi dan menciptakan multiplier effect yang didukung dengan biaya murah, jaminan keamanan dan kepastian hukum, serta memenuhi kebutuhan infrastruktur, 2.) Meningkatkan fleksibilitas dan investasi tenaga kerja melalui peningkatan Sumber Daya Manusia dan mendorong perusahaan agar mengalokasikan dana untuk pengembangan kualitas karyawannya, 3.)meningkatkan pekerjaan secara langsung  dengan penciptaan lapangan kerja yang efektif untuk menyerap tenaga kerja dan output yang dihasilkan. Disamping itu perlu perbaikan iklim ketenagakerjaan melalui pengembangan kebijakan pasar tenaga kerja yang fleksibel di semua sektor, serta peningkatan kualitas dan kemandirian tenaga kerja yang mampu bersaing di pasar tenaga kerja melalui pendidikan dan pelatihan serta panataan hubungan industrial yang mencerminkan azas keadilan dan pemerataan bagi penduduk dalam memperoleh kesempatan kerja.
2.1.7. Indeks Harga Konsumen (IHK) dan Inflasi
Angka inflasi merupakan salah satu indikator penting yang dapat memberikan informasi tentang dinamika perkembangan harga barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat. Perkembangan harga barang dan jasa ini berdampak langsung terhadap tingkat daya beli dan biaya hidup masyarakat. Inflasi juga merupakan salah satu indikator ekonomi makro yang menggambarkan tingkat stabilitas ekonomi di suatu wilayah.
Fluktuasi tingkat inflasi menggambarkan besarnya ketidakpastian nilai uang, tingkat produksi, distribusi dan arah perkembangan ekonomi, yang berdampak pada ekspektasi yang tidak sesuai sehingga dapat membahayakan perekonomian secara keseluruhan.
Laju Inflasi Kota Tidore Kepulauan untuk tahun kalender Januari sampai dengan Juni 2011 sebesar 3,76 % dan laju inflasi year on year sebesar 10,08 %, sedangkan inflasi di bulan Juni 2011 sebesar 0,63 % lebih rendah dibandingkan dengan inflasi pada bulan yang sama pada tahun 2010 yaitu sebesar 0,78 %.
Sementara Indeks Harga Konsumen (IHK) mengalami kenaikan dari 134,22 pada bulan April, 134,79 pada bulan Mei menjadi 135,64 dan terjadi kenaikan Inflasi bulan Juni disebabkan kenaikan IHK pada kelompok bahan makanan, rokok dan tembakau sebesar 149,95 dari 149,01: kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar 131,70 dari 131,24: kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga 115,72 dari 115,66: kesehatan 126,07 dari 125,87: sandang 125,48 dari 125,29, sedangkan kelompok yang tidak mengalami perubahan adalah transportasi, komunikasi dan jasa keuangan yaitu 101,03 dari 101,03 pada bulan Mei.
Bererapa komoditi yang mengalami kenaikan harga pada bulan Juni 2011 yaitu: bawang merah, malalugis, kangkung, emas perhiasan, minyak goreng, sepeda motor, tude dan telur ayam ras, sedangkan beberapa komoditi yang mengalami penurunan harga di bulan Juni 2011 antara lain: cakalang, lolosi, daging ayam ras, tongkol, kembung, semen dan margarine.
Pada bulan Juni 2011 kelompok komoditi yang memberikan andil/sumbangn inflasi antara lain: Kelompok bahan makanan 0,415%; Kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau sebesar 0,119 %; Kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar sebesar 0,080%; kelompok sandang 0,008%; kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga 0,003% dan kelompok kesehatan sebesar 0,031%. Sedangkan kelompok yang memberikan andil deflasi adalah kelompok transpor, komunikasi dan jasa kesehatan sebesar -0,001 %.
Pengendalian kaitannnya dengan upaya meredam gejolak harga serta dengan mempertimbnagkan berbagai tantangan eksternal maupun internal, pemerintah daerah akan melaksanakan kebijakan antara lain ;
a)  Meningkatkan koordinasi antar instansi terkait untuk menjamin kecukupan pasokan dan kelancaran distribusi barang, terutama bahan makanan pokok.
b)  Meningkatkan koordinasi untuk memantau, mengevaluasi dan mengendalikan perkembangan/ Gejolak harga
c)   Melaksanakan pemetaan pusat-pusat produksi/penyediaan beseerta jalur distribusi bahan yang harganya mudah bergejolak

 
2.2. Rencana Target Ekonomi Makro Pada Tahun Perencanaan
Dengan mempertimbangkan seluruh potensi dan permasalahan sebagaimana dikemukakan di atas, maka perkiraan pertumbuhan ekonomi tahun 2011 diperlihatkan dengan berbagai asumsi sebagai berikut :
a).  Hasil perhitungan PDRB atas dasar harga konstan menunjukan bahwa perekonomian Kota Tidore kepulauan tahun 2010* mengalami pertumbuhan sebesar 5,55% (Rp. 267,094.52 juta), jika dibandingkan dengan tahun 2009* sebesar Rp. 253,056.20 juta dan tahun 2008 sebesar Rp. 238,918.31 juta. Hasil perhitungan menunjukan bahwa PDRB atas dasar harga konstan 2010 menunjukan kenaikan sehingga daya beli masyarakat bisa membaik.
Artinya terjadi kenaikan nilai tambah bruto dibandingkan dengan 2 (dua) tahun sebelumnya. Perkiraan peningkatan pertumbuhan ekonomi Kota Tidore Kepulauan tahun 2012 mencapai 6 persen. Namun dapat berubah seiring dengan terjadinya pergeseran pilihan mata pencaharian dari sektor pertanian ke sektor jasa dan perdagangan yang dianggap lebih pasti dan menjanjikan, fenomena tersebut tergambar pada perpindahan aktifitas Pemerintah Provinsi di Sofifi maka terbentuk sentra perekonomian baru yang dapat memicu penguatan peningkatan pertumbuhan ekonomi di Kota Tidore Kepulauan. Kontribusi pertumbuhan sektor terbesar tahun 2012 diperkirakan akan bergeser ke sektor jasa/perdagangan, hotel dan restoran, namun leading sector masih didominasi oleh sektor pertanian.
b).  Untuk mencapai sasaran pertumbuhan tersebut investasi sektor pemerintah ditargetkan menyamai dari tahun 2011. Sementara untuk investasi dari  sektor swasta pada tahun 2005 sampai 2010 tidak mengindikasikan adanya peran yang signifikan, artinya bahwa investasi pembangunan di Kota Tidore Kepulauan oleh pihak swasta masih sangat rendah. Sementara tahun 2010 upaya-upaya serta kebijakan yang dilakukan pemerintah  Kota Tidore Kepulauan untuk mendorong investasi sektor swasta semakin meningkat. Jika dibandingkan rasio investasi antara sektor pemerintah dengan swasta pada periode tersebut, maka diperkirakan sektor pemerintah masih mendominasi  80 persen berbanding 20 persen.
c). Investasi masih dibiayai terutama dari tabungan dalam negeri baik pemerintah maupun masyarakat. Seiring meningkatnya penerimaan daerah serta relatif terkendalinya pengeluaran rutin, tabungan pemerintah dan masyarakat diperkirakan meningkat.
d).  Dari sisi produksi, pertumbuhan ekonomi terutama didorong sektor industri pengolahan non-migas dimana sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan serta sektor perdagangan, hotel dan restoran memberikan kontribusi terbesar terhadap pembentukan PDRB di atas 10 persen yang diperkirakan tumbuh rata-rata di atas 10 persen per tahun. Sementara itu sektor pertanian dalam arti luas diperkirakan tumbuh rata-rata 3,27 persen per tahun.
e).  Dengan pertumbuhan ekonomi yang membaik sebagaimana target tersebut diatas, pengangguran terbuka dan  jumlah penduduk miskin, diharapkan terjadi penurunan di tahun yang akan datang.